“Hubungan timbal
balik itu sebenarnya terjadi. Urutannya bukan hanya: “ketika iman kita naik,
maka kita menjadi tekun beribadah.” Tetapi berlaku juga sebaliknya, “Ketika
kita tekun beribadah, makai man meningkat.”
Mempercayai sesuatu yang sudah terbukti nyata , tak bisa disebut iman.
Pada apa yang telah terbukti fakti, tak butuh iman untuk mempercayainya.
Kita tak harus mengimani bumi, mengimani bulan, mengimani oksigen,
mengimani laut. Karena tak butuh keimanan pada hal yang telah nyata keberadaannya.
Baru disebut iman ketika kita percaya
pada apa yang belum terlihat nyata sebagai fakta. Baru disebut iman
ketika kita memercayai sesuatu yang diperintahkan oleh Allah untuk tetap
percaya. Meskipun kita tak pernah benar-benar menyaksikan secara kasat mata.Iman
adalah pembenaran yang pasti berdasarkan dalil (At-Tashdiq al-jazim al-muthabiq li al-waqi' 'an al-dalil). Bukan berdasar
pada sains dan logika.
Mengimani Tuhan, mengimani Malaikat-Nya, mengimani Kebenaran Firman-Nya,
mengimani kebenaran Rasul-nya, mengimani hari Akhir, Takdir, Semua itu butuh iman.
Sain belum mampu membongkarnya, meskti upaya ke arah sana terus-menerus
berkembang, Meskipun saya yakin upaya menyibak fakta tentang semua itu tak akan
pernah benderang, karena apabila sudah terang benderang, bukankan akan sulit
untuk membedakan mana orang yang sesat dan mana yang mendapatkan hidayah?
Beruntunglah jika kita termasuk yang percaya adanya Tuhan, Malaikat,
Quran, Rasul, Hari Akhir, dan Takdir. Meskipun tak ada fakta benderang yang memperjelas
kebenaran semuanya. Namun justru itulah celah keimanan. Di dalam keredupan
fakta, dalam keraguan logika, saat itulah kita baru bisa beriman.
Naik Turunnya Iman
Iman adalah labil. Iman bukanlah sesuatu yang statis. Iman dapat naik
turun (al imanu yazidu way ankus).Ketika iman sedang tinggi, kita bersemangat
sekali beribadah kepada allah. Ibadah. Ibadah-ibadah wajib maupun sunnah
dilaksanakan dengan gairah yang sangat tinggi. Sementara saat iman sedang
rendah, kita makin bermalasan dalam beribadah, kita enggan melaksanakan yang
wajib, apalagi yang sunnah. Jika demikian, lantas bagaimana iman agar selalu
meningkat, atau paling tidak supaya tidak turun secara permanen?
Pertama, sat iman sedang turun, saat kita bermalasan dalam beribadah, maka tetap paksakan untuk tetap beribadah. Karena prinsipnya sederhana, iman dapat naik bersamaan dengan bertambahnya ketaatan kepada Allah, Sebaliknya iman dapat turun seiring dengan semakin berkurangnya ketaatan kepada Allah, serta seringnya kita melakukan kemaksiatan.
Pertama, sat iman sedang turun, saat kita bermalasan dalam beribadah, maka tetap paksakan untuk tetap beribadah. Karena prinsipnya sederhana, iman dapat naik bersamaan dengan bertambahnya ketaatan kepada Allah, Sebaliknya iman dapat turun seiring dengan semakin berkurangnya ketaatan kepada Allah, serta seringnya kita melakukan kemaksiatan.
Hubungan timbal balik itu sebenarnya terjadi. Urutannya bukan hanya,
Iman Rendah -> Malas Ibadah,
Tetapi juga sebliknya,
Malas Ibadah -> Iman Menurun.
Begitu juga dengan kenaikan iman, bukan hanya,
Begitu juga dengan kenaikan iman, bukan hanya,
Iman Naik -> Tekun Ibadah
Tekun Ibadah -> Iman Meningkat
Dalam keimanan yang lemah , paksakan diri untuk tetap melaksanakan yang
wajib, syukur-syukur juga terlaksana yang sunnah, semoga dengan upaya itu Allah
lantas menghadirkan peningkatan iman dalam diri kita.
Langkah kedua untuk meningkatkan iman yaitu dengan senantiasa mengingat
kematian, Kita menjadi seorang yang bermalasan dalam beribadah seringkali kita
menganggap bahwa kematian kita masih lama. Kita begitu mudah meremehkan
dosa-dosa saat kita merasa bahwa hidup kita di dunia ini masih lama.
Padahal kita tidak pernah tahu sampai kapan usia kita akan berakhir,
Orang yang selalu ingat kematian, saking sibuknya memperjuangkan kebahagian
akhirat, hingga sangat sayang jika usianya habis untuk yang tak penting.
Itu pula yang bisa menjelaskan mengapa orang yang sudah divonis
penyakitnya tak dapat disembuhkan lantas memiliki semangat yang tinggi untuk
mendekat kepada Tuhan. Itu pula yang bisa menjelaskan mengapa orang yang yang
divonis mati beberapa saat lagi menjadi orang yang berubah secara drastic menjadi
pribadi yang lebih baik, karena dia merasa waktu yang ada harus benar-benar di
manfaatkannya sebaik mungkin untuk (paling tidak) meringankan beban yang ia
pikul di alam akhirat nanti.
Senantiasalah mengingat kematian, karena dengan begitu kita akan selalu
merasa waktu kita tak lama. Kita akan tersadar bahwa dunia ini hanya sementara.
Bukan tempat untuk memuaskan ambisi . Dunia hnya tempat mencari bekal yang
nantinya kita gunakan untuk kehidupan yang lebih sejati, yakni kehidupan
setelah kematian.
Langkah berikutnya yakni dengan sering-sering hadir dimajelis orang-orang
shaleh. Aura keburukan menular, begitu juga aura kebaikan. Dengan berkumpul bersama
orang-orang sholeh, Insya Allah kita akan mendapat gairah dan semangat baru
karena di sekililing kita, terdapat orang-orang yang taat kepada Allah. Bahkan
keutamaan ikut majelis semacam itu cukup banyak, diantaranya sebagaimana yang
disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, “Tidak ada suatu kaum yang menghadiri
majelis zikir (Pengajian) kecuali malaikat akan mengelilinginya (Selama berada
di dalam majelis), dilingkupi oleh rahmatnya, Di turunkan ke tenangan (ke dalam
hatinya). Dan disebut-sebut Namanya oleh Allah SWT, di hadapan makhluk-makhluk
langit.”
Semoga dengan beberapa langkah tersebut, Allah kembali menguatkan iman
kita, meneguhkan keyakinan kita, meningkatkan semangat kita dalam beribadah,
serta menumbuhkan ketakutan kita melakukan kemaksiatan yang mengundang
murka-Nya.
Beli bukunya di : Gramedia